Ekonomi Politik Kaum Buruh (2)
BAB II
Pengusaha
*Suryadi A Radjab
Buruh di berbagai perusahaan industri, perhotelan dan restoran sudah sering mendengar dan mengucapkan istilah pengusaha. Biarpun sering, tapi jarang diletakkan kedudukannya yang pokok dan tepat dalam ekonomi. Sehingga batas-batas kekuasaan pengusaha secara keseluruhan tak dapat dipahami dan disadari dengan tepat.
Kekuasaan pengusaha bukanlah hasil "wahyu Ilahi" atau hasil "simsalabim", melainkan hasil hubungan-hubungan kerja (produksi) yang terbentuk dalam tahap perkembangan masyarakat sesudah hubungan-hubungan produksi ekonomi feodal menjadi rongsokan dan punah.
Pengusaha selalu membentuk dan mempertahankan hubungannya dengan kaum buruh. Karena itu, sangatlah penting mengenali dan memahami dasar-dasar hubungan ini, supaya mata pikiran kita menjadi mampu membaca dan terlatih. Marilah kita kenali pengusaha tersebut.
2.1. Apakah modal itu?
Kita sudah sering dengan istilah modal seperti "penanaman modal". Biasanya diukur dengan banyaknya uang dalam membangun usaha (bisnis). Misalnya, buka usaha toko perlu modal Rp 50 juta. Tapi modal tak hanya besarnya uang. Marilah kita rumuskan.
Pertama, uang memang salah satu cara dalam membentuk modal. Uang belumlah sebagai modal bila ia tidak diubah menjadi modal. Karena, uang hanyalah alat tukar yang menunjukkan nilai tukar dari besaran tertentu. Besarannya bisa sepuluh juta, seratus juta atau satu milyar rupiah. Uang dijadikan alat untuk membentuk modal. Di sini terjadi proses perubahan dari uang menjadi modal. Proses ini disebut sebagai proses pembentukan modal.
Kedua, perubahan uang menjadi modal terjadi ketika uang dipertukarkan dengan sejumlah komoditas. Uang harus terlebih dulu diubah menjadi komoditas. Uang harus diubah menjadi alat-alat kerja (produksi) dan tenaga kerja. Jadi, uang tidak mungkin menjadi modal tanpa diubah menjadi komoditas tertentu yang segera dijadikan modal.
Ketiga, tersedianya modal haruslah digerakkan melalui proses kerja (produksi). Tanpa proses kerja, seluruh komoditas yang disedaikan sebagai modal tidak akan berfungsi sebagai modal. Proses kerja inilah yang menentukan apakah ketersediaan modal dapat berfungsi sebagai modal.
Keempat, proses kerja yang menentukan berfungsinya modal adalah dengan cara menciptakan komoditas baru yang disebut produk sebagai hasil yang dicapai dari proses produksi. Tapi produk sebagai komoditas haruslah diperdagangkan atau dipasarkan. Hasil pemasaran produk kembali berubah ke bentuk uang. Dan dari uang akan diubah lagi menjadi modal dan seterusnya.
Begitulah caranya bagaimana modal dapat menjadi modal. Modal tak mungkin ada tanpa proses kerja (produksi). Bahkan uang yang dijadikan alat untuk membentuk modal itu pun bersumber dari kerja. Dengan begitu, kerja merupakan sumber pembentuk modal.
Dengan terbentuknya modal, maka secara konkret kita bisa mengetahuinya dengan munculnya perusahaan-perusahaan. Perusahaan yang sudah berfungsi adalah modal yang berjalan.
2.2. Siapakah pengusaha itu?
Orang Perancis menyebut pemilik perusahaan industri sebagai borjuasi. Orang Inggris menyebutnya kapitalis. Sedangkan orang Indonesia akrab dengan sebutan pengusaha. Tapi hakekat ketiga sebutan ini sama saja. Mereka adalah sama-sama golongan pemilik modal - pemilik alat-alat produksi (kerja).
Hubungan pengusaha terhadap perusahaan sangatlah penting. Perusahaan seperti pabrik, hotel, restoran, perkebunan dan kehutanan serta angkutan penumpang itu sangat erat hubungannya dengan pengusaha. Untuk mengenali siapa pengusaha, berikut ini dapat diuraikan.
Pertama, pengusaha adalah pemilik alat-alat (sarana/obyek) produksi. Sarana (alat-alat) produksi ini pada umumnya disebut perusahaan. Mulai dari lahan, ruangan produksi, kantor, bahan-bahan produksi, sampai mesin-mesin dan alat pengangkutnya, secara umum digabungkan sebagai perusahaan. Semua alat dan bahan-bahan produksi ini dimiliki secara pribadi oleh pengusaha.
Kedua, secara resmi, pengusaha punya akta pendirian dan kepemilikan perusahaan. Kepemilikan ini bukan hanya disahkan melalui akta notaris, tapi juga dilindungi oleh UU atau hukum perdata. Secara sah, hak milik perusahaan berada di tangan pengusaha.
Ketiga, perusahaan juga bisa dimiliki oleh beberapa pribadi berdasarkan kepemilikan saham atas seluruh nilai (biasanya diukur berdasarkan "nilai tukar": uang/saham) dalam perusahaan itu. Mereka membentuk atau mengembangkan perusahaan dalam beberapa orang. Dan atas kepemilikan saham ini, semua mereka adalah pengusaha.
Keempat, sebagai pemilik, pengusaha mempekerjakan sejumlah orang untuk menjalankan perusahaannya. Pengusaha tak mungkin bekerja sendiri. Pengusaha selalu memanfaatkan dan mempekerjakan sejumlah orang, baik langsung maupun tak langsung (sub-kontrak).
Kelima, sebagai pemilik, pengusaha adalah pihak yang berkuasa dalam perusahaan. Pengusaha menentukan apa target yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang dipekerjakannya. Berdasarkan target (jumlah dan mutu), pengusaha mengatur pihak yang dipekerjakannya agar dapat memenuhi target tersebut. Secara umum (keseluruhan), pengusaha adalah golongan ekonomi yang berkuasa.
Keenam, pengusaha merupakan pihak yang mengupah orang-orang yang dipekerjakan. Pengusaha adalah golongan pengupah. Atas dasar upah ini, orang-orang yang dipekerjakan, harus mengeluarkan tenaga kerja dalam jumlah waktu kerja tertentu sesuai kehendak atau aturan yang diterapkan pengusaha.
Ketujuh, di mana pun pengusaha mendirikan dan mengoperasikan perusahaannya, mereka hanyalah golongan minoritas. Karena jumlahnya yang sangat sedikit. Sedangkan orang-orang yang dipekerjakan termasuk dalam golongan mayoritas di perusahaan tersebut.
2.3. Dari manakah pengusaha itu muncul?
Pengusaha (kapitalis/borjuis) muncul dari suatu pertarungan yang dahsyat dalam sistem ekonomi terdahulu, yakni sistem ekonomi feodal. Marilah kita perhatikan bagaimana kemunculan kapitalis itu.
Pertama, dalam sistem ekonomi yang dikuasai tuan tanah (feodal), tumbuh golongan pedagang dan tukang industri. Berkat kemajuan teknologi perhubungan dan pelayaran, serta yang terpenting teknologi industri. Kemajuan teknologi industri ditandai dengan penemuan mesin-mesin pada abad ke-17. Penemuan inilah yang meledakkan Revolusi Industri di Inggris. Sejak itu tumbuh golongan industriawan dengan keberhasilan mereka memanfaatkan kemajuan tersebut. Mereka bersekutu dengan golongan pedagang untuk melawan golongan tuan tanah. Dalam sejarah ekonomi, pengusaha lahir dari sebuah revolusi sosial yang dinamakan Revolusi Borjuis.
Kedua, melalui berbagai kemenangan yang dihasilkan, golongan borjuis itu tumbuh menjadi penguasa ekonomi yang baru dengan cara merubuhkan penguasa ekonomi lama (tuan tanah). Kemenangan ini mendorong golongan borjuis untuk membentuk sistem ekonomi baru yang sama sekali berbeda dengan sistem ekonomi feodal. Sistem ini dinamakan kapitalisme.
Ketiga, sistem kapitalis dibangun atas dasar corak produksi komoditas seluruhnya. Yang diproduksi adalah komoditas, bukan barang-barang yang dikonsumsi sendiri. Sebagai komoditas, ia harus diperdagangkan. Sistem kapitalis membutuhkan pasar sebagai arena perdagangan komoditas. Tak hanya pasar lokal dan nasional, tapi juga pasar dunia. Dalam sistem kapitalis, seluruh produksi adalah produksi komoditas. Dan seluruh dunia harus dijadikan pasar.
Keempat, dengan tumbuh sistem ekonomi kapitalis, maka sistem ekonomi feodal tumbang. Semua gerak sosial harus menyesuaikan diri dengan sistem ekonomi kapitalis. Dipelopori oleh Inggris, kemudian Jerman dan Perancis, disusul dengan pembangunan "koloni-koloni dagang" di wilayah jajahan sampailah sistem ekonomi kapitalis di Dunia Ketiga, termasuk Indonesia melalui VOC dan perusahaan-perusahan perkebunan raksasa milik Belanda.
2.4. Apa nama masyarakat yang dikuasai pengusaha?
Demikianlah, hasil pertarungan antara borjuis dan tuan tanah yang saling bantai (antagonistis) telah menyebabkan sebuah revolusi industri dan revolusi sosial yang dimenangkan oleh golongan borjuis. Berkat kemenangan gemilang sebagai kekuatan revolusioner, golongan borjuis membentuk sistem sosialnya sendiri untuk meneguhkan kekuasaan dan akibatnya sistem sosial feodal lenyap.
Bagan di bawah ini menggambarkan hasil yang dicapai golongan borjuis dalam memenangkan revolusinya ketika melawan kekuasaan tuan tanah. Perkembangan kekuasaan borjuis meningkat melalui berbagai perdagangan global dan dikuasainya negeri-negeri jajahan. Mekanisme-mekanisme dan aturan-aturan borjuis diperkenalkan pada negeri-negeri jajahan.
Kemenangan revolusi borjuis itu telah membuat golongan ini menjadi penguasa ekonomi baru dengan cara membangun dan mengembangkan sistem ekonomi yang baru pula, yakni sistem ekonomi kapitalis (borjuis). Pertama-tama mereka membangun kapitalisme di Inggris, kemudian Jerman dan Perancis, serta meluas ke seluruh negeri di Eropa Barat, Selatan dan Timur. Amerika Utara dan Jepang pun mengikuti jejaknya dan berikutnya Amerika Selatan, Asia dan Afrika diubah untuk mengikuti sistem ini melalui penjajahan. Dan seluruh dunia dipaksa harus mengikuti sistem kapitalisme. Kapitalisme menjadi kekuatan sejarah yang paling terorganisasi di dunia.
Masyarakat-masyarakat di berbagai negeri telah diubah untuk mengikuti sistem kapitalisme. Bahkan masyarakat-masyarakat di Nusantara, setelah selesai dengan "koloni dagang" sambil menyingkirkan kaum ningrat (dengan cara menggunakannya sebagai bupati-bupati [politik pinggiran] yang "disembah-sembah" oleh rakyatnya), juga telah diubah menjadi masyarakat kapitalis sejak tumbuhnya perkebunan-perkebunan tebu dan pabrik gula raksasa pada akhir abad ke-19. Kapitalisme pun merambah dan merasuk Hindia Belanda (sejak 1928 dikenal dengan nama Indonesia). Sampai sekarang sistem ekonomi yang dibentuk pengusaha Belanda di masa kolonial tetap berlangsung.
Perkembangan organisasi kekuasaan golongan kapitalis sudah sangat berkembang dan maju. Organisasi kekuasaan mereka telah meluas melalui jaringan perusahaan multi-nasional (MNC) dan trans-nasional (TNC). Mereka telah menjadi penguasa dunia untuk menentukan masyarakat macam apa yang dikehendakinya.
Dengan kedudukan pengusaha sebagai penguasa ekonomi, maka masyarakat yang dibentuk dan diaturnya juga mengikuti kehendak dan kepentingan pengusaha. Maka masyarakat-masyarakat yang ditundukkan oleh kekuasaan golongan pengusaha ini juga mengikuti nama penguasanya. Orang Inggris mengenal dengan nama "masyarakat kapitalis". Orang Indonesia yang akrab dengan istilah pengusaha, maka identitas masyarakatnya adalah "masyarakat pengusaha".
2.5. Apa tujuan hidup pengusaha itu?
Setiap golongan dalam masyarakatnya, pasti mempunyai tujuan hidupnya. Begitu juga pengusaha sebagai golongan yang menguasai perekonomian dalam masyarakat kita. Apa tujuan mereka?
Pertama, golongan pengusaha selalu mempunyai tujuannya dalam mengelola perusahaan di mana setiap hasil produksi adalah untuk pasar. Produk yang dihasilkan melalui pengorganisasian perusahaannya, bukanlah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, melainkan untuk dijual atau dipasarkan. Jadi, tujuan produksi adalah untuk pasar.
Kedua, golongan pengusaha bertujuan menegakkan prinsip teoritis: "biaya produksi sekecil mungkin untuk keuntungan sebesar mungkin". Dalam mengendalikan perusahaannya, pengusaha selalu punya tujuan meraih keuntungan (laba). Angka-angka atau catatan laba merupakan catatan yang terpenting untuk menunjukkan bahwa pengusaha adalah golongan pengumpul laba. Di mana-mana, tujuan pengusaha selalu mengumpulkan laba. Semakin besar laba yang dikeruk, semakin menonjol pulalah kekuatannya. Semakin panjang kemampuannya mengeruk laba, semakin terlihat ketangguhannya. Laba menjadi ukuran keberhasilan pengusaha. Sebaliknya, tidak ada laba berarti gagal. Bila tak ada lagi laba yang bisa dihasilkan, mati pulalah pengusaha itu (biasa disebut bangkrut). Jadi, memburu laba merupakan misi utama pengusaha. Sepanjang hidupnya, pengusaha mengikuti logika mengejar laba. Generasi kedua, ketiga dan seterusnya yang mewarisi perusahaannya juga mengikuti logika kerja yang sama: mengeruk untung.
Ketiga, setiap keuntungan yang dihasilkan pengusaha tidaklah dihabiskan untuk tujuan konsumsi bagi diri dan keluarganya, melainkan juga untuk ditimbunnya pada perusahaannya atau dimasukkannya ke rekening bank untuk mengumpulkan bunga bank. Bila ditanamkan ke perusahaannya, maka perusahaannya akan terus membesar dan kemudian menjadi perusahaan induk yang memiliki sejumlah anak perusahaan. Ini berarti perusahaannya sudah beranak-pinak atau berkembang-biak. Setelah berkembang di tingkat lokal dan nasional, perusahaannya meluaskan kekuasaannya ke manca negeri sebagai TNC dan MNC seperti Exxon, Toyota Corporation, Citibank, McDonald dan IBM. Keuntungan yang ditimbun-timbun dalam "beternak" perusahaan dinamakan "akumulasi modal".
2.6. Mengapa minoritas justru berkuasa?
Tak dapat disangkal bahwa kaum pengusaha adalah golongan minoritas dalam masyarakat. Jumlah mereka paling banyak hanya 1 persen dari jumlah penduduk. Tapi mengapa mereka justru berkuasa dan terus berkuasa?
Pertama, ketika golongan borjuis melawan tuan tanah di masa feodalisme, mereka berhasil mengorganisasikan diri dengan cara-cara yang lebih maju, bahkan sangat maju. Kemajuan inilah yang memungkinkan mereka muncul sebagai kekuatan yang revolusioner. Dengan kemajuan perjuangan mereka, maka revolusi borjuis menjadi tak terhindarkan. Akhirnya mereka menang. Kemenangan ini mereka mantapkan dengan membangun sistem ekonomi - sebuah bangunan ekonomi yang terorganisasi - yang menempatkan mereka dalam kedudukan sebagai golongan yang berkuasa.
Kedua, sebagai golongan minoritas, pengusaha menemukan cara-cara dan alat-alat yang bisa mempertahankannya sebagai golongan berkuasa. Selain mengembangkan alat ekonominya (perusahaan), golongan pengusaha juga mewakilkan kepentingan politiknya kepada negara (state).
Pertama-tama mereka membutuhkan polisi dan tentara (pasukan bersenjata) untuk melindungi kepentingan-kepentingannya. Kemudia dibutuhkan tata administrasi negara dan perundang-undangan yang melegalkan keberadaan kekuasaan ekonomi pengusaha khususnya hak milik pribadi atas perusahaan. Jadi, negara hanyalah alat politik bagi pengusaha. Bahkan secara telanjang, sering terjadi bahwa militer menjadi alat penindas terhadap golongan masyarakat tertentu yang melakukan oposisi. Untuk menghidupi negara, golongan pengusaha menyediakan uang pajak. Kemudian pajak diberlakukan secara umum kepada masyarakat.
Ketiga, golongan pengusaha juga mampu mengorganisasikan para politisi ke dalam partai-partai politik pro pengusaha. Mereka memberikan sumbangan uang agar partai-partai ini menyuarakan kepentingan-kepentingannya baik yang partai yang memerintah maupun yang oposisi. Selain itu, pengusaha juga membentuk asosiasi-asosasi di kalangan mereka sendiri baik sektoral maupun umum. Juga organisasi-organisasi massa yang sejalan dengan pikiran-pikiran pengusaha.
Keempat, untuk lebih memantapkan kekuasaannya, golongan pengusaha juga membutuhkan sarana-sarana pendidikan. Memang sekolah dan universitas menjadi sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah. Tapi sekaligus pula menjadi sarana penanaman pikiran-pikiran dan nilai-nilai yang sesuai dengan kepentingan pengusaha. Dalam sarana pendidikan ini setiap orang yang mengikuti pendidikan diajarkan teori-teori sosial terutama teori-teori ekonomi borjuis. Selain menjalankan fungsi ideologi, sarana (institusi) pendidikan menghasilkan kembali (reproduksi) tenaga kerja. Golongan pengusaha akan memperoleh tenaga-tenaga terdidik dan terampil dari orang-orang yang mengenyam pendidikan tinggi.
Kelima, golongan pengusaha juga mengorganisasikan sarana-sarana kebudayaan seperti gaya hidup, terutama dengan mengembangkan budaya konsumeristik serta kebutuhan-kebutuhan semu (artifisial). Juga diciptakan simbol-simbol atau mitos-mitos yang menunjukkan gengsi atau kebanggaan dalam mengikuti kebudayaan borjuis. Bahkan melalui penciptaan tokoh-tokoh atau figur publik yang disanjung-sanjung atau dipuja-puja.
Keenam, golongan pengusaha mengembangkan alat-alat propagandanya melalui media massa cetak, radio, televisi dan film. Mereka juga mengembangkan iklan-iklan sebagai alat kampanye produk-produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaannya. Ditambah lagi dengan buku-buku yang disebarluaskan demi mencapai tujuan propaganda golongan pengusaha. Setiap hari masyarakat dipaksa mengunyah dan memakan propaganda tersebut.
Dengan kemampuan golongan pengusaha dalam mengorganisasikan sarana-sarana politik, pendidikan, kebudayaan dan propaganda yang efektif dan berhasil secara umum, maka mereka telah menjadikan kekuasaannya begitu terorganisasi. Sampai pikiran pun dibentuk menurut logika kerja kepentingan pengusaha. Karena itu, walaupun pengusaha adalah golongan minoritas, tapi mereka tetap golongan yang berkuasa.
2.7. Bagaimana bangunan "masyarakat pengusaha"?
Masyarakat yang kita sebut "masyarakat pengusaha" (masyarakat kapitalis) adalah masyarakat yang dibentuk dan diatur menurut cara-cara, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan yang diabdikan untuk kepentingan pengusaha secara keseluruhan - bukan sendiri-sendiri. Jadi, sistem masyarakat ini dibangun berdasarkan atas logika kerja kepentingan keseluruhan (umum) golongan pengusaha (kapitalis).
Bangunan "masyarakat pengusaha" bukanlah bangunan orang seorang, melainkan bangunan yang sistematisdan terorganisasi. Dengan begitu, sistem ekonomi pengusaha bukan hanya langgeng, tapi juga dapat memperbaiki dirinya sendiri berdasarkan logika kerja yang sudah dioperasikanya dan terus berkembang. Sistem kekuasaan pengusaha, dapat mengatur perkembangan dan kemajuan sesuai dengan logika kerja kepentingan mereka.
Pertama, golongan pengusaha sudah memungkinkan berfungsinya negara, partai-partai politik (termasuk multipartai), asosiasi-asosiasi pengusaha (bahkan dalam hubungan internasional membentuk WTO - organisasi perdagangan dunia), hukum dan perundang-undangan, sarana-sarana pendidikan, kebudayaan, dan media propaganda. Dengan berfungsinya alat-alatnya, maka sistem yang telah dibangunnya dapat langgeng.
Kedua, perselisihan-perselisihan di antara pengusaha maupun terhadap buruh, dapat mereka selesaikan dengan peraturan-peraturan dan pengadilan-pengadilan. Mereka juga bersedia untuk melakukan perundingan dalam mencapai kesepakatan sejauh tidak merugikan. Dengan adanya media seperti ini "peperangan sesama pengusaha" tidak mengakibatkan kehancuran bagi sistem yang telah mereka bangun, walaupun mereka sempat mengalami dua perang dunia. Begitu juga perselisihan mereka terhadap buruh, akan sekeras mungkin mereka belokkan untuk tidak membuahkan revolusi kaum buruh.
Ketiga, golongan pengusaha telah menciptakan dan mengembangkan arah yang logis bagi perkembangan masyarakatnya dengan meletakkannya di bawah telapak kaki kepentingannya. Seluruh penduduk tunduk pada arah yang dirancangnya. Karena itu, golongan pengusaha adalah pemimpin moral, politik dan intelektual bagi seluruh masyarakatnya.
2.8. Apa sumber gerak yang dinamis pengusaha?
Tujuan atau motif pengusaha adalah mengejar dan melipatgandakan keuntungan. Tapi, untuk apakah keuntungan-keuntungan tersebut digunakan?
Pertama, pengusaha tidaklah menghabisi semua keuntungan untuk diri dan keluarganya sendiri. Bagi seorang pengusaha sejati, setiap sen atau rupiah keuntungan yang dikeruknya, disisihkan sebagian untuk ditanamkan kembali guna mengembangkan perusahaannya agar dia dapat melipatgandakan keuntungan. Dan seterusnya, ditanamkan kembali. Dengan begitu, pengusaha dapat "beternak perusahaan". Inilah "akumulasi modal".
Kedua, pengusaha sejati akan menumpuk-numpuk modalnya ke dalam berbagai perusahaan, sehingga kekuasaannya (ekonomi) meluas dan terus meluas bahkan menjangkau dunia dengan TNC dan MNC sebagai kekuatan monopoli. Mereka akan mulai dari penumpukan awal dan kemudian terus digenjot dengan penumpukan yang intensif atau "akumulasi intensif" melalui peningkatan teknologi produksi (tinggi) agar kemampuan kekuasaannya dapat merajalela dalam jangka panjang.
2.9. Bagaimanakah cara-cara pengusaha baru muncul?
Semakin berkembang dan maju maupun semakin bertambahnya jumlah penduduk suatu masyarakat, semakin bertambah pula jumlah pengusaha baru yang muncul ke dunia kapitalis. Ada berbagai cara mereka muncul.
Pertama, mereka bisa berasal dari golongan pekerja profesional yang bergaji tinggi dan memiliki keahlian tertentu. Mereka mengumpulkan sejumlah uang untuk dijadikan modal awal dalam membangun sebuah perusahaan yang bergerak di bidang tertentu sesuai dengan keahlian mereka. Misalnya, sebuah perusahaan periklanan di mana mereka sebelumnya bekerja sebagai pekerja pembuat iklan.
Kedua, orangtua mereka mewariskan harta tertentu. Mereka mengajukan pinjaman kredit kepada sebuah bank dengan jaminan harta warisan tersebut. Mereka melihat peluang untuk membangun sebuah perusahaan atas dasar kemampuan mereka melihat peluang dan keahlian pribadinya. Dan mereka mempekerjakan sejumlah orang di samping mereka juga bekerja sebagai direktur atau manajer.
Ketiga, orangtua mereka mewariskan kekayaan yang cukup besar. Dengan kekayaan ini mereka bisa membangun dan menjalankan sebuah perusahaan. Mereka bisa mempekerjakan sejumlah orang mulai dari bawah sampai tingkat direktur.
Keempat, mereka bisa mengajukan pinjaman kredit kepada bank dengan cara menyogok orang-orang yang bekerja di bank tersebut. Dengan kredit ini mereka membangun dan menjalankan sebuah perusahaan. Tapi setiap kredit haruslah dikembalikan, karena mereka membangun perusahaan dengan utang.
Kelima, mereka bisa berasal dari pedagang toko atau pedagang lainnya (bukan berbentuk perusahaan), berkat keuntungan-keuntungan yang sejak lama dikumpulkannya untuk kemudian meningkat dengan mendirikan dan menjalankan sebuah perusahaan.
Keenam, mereka bisa berasal dari orang-orang muda yang kreatif berkat keahlian tertentu yang dimilikinya sejak masih menjadi mahasiswa. Bersama beberapa rekannya, mereka bersepakat membentuk dan menjalankan sebuah perusahaan dengan modal awal yang sangat pas-pasan. Perusahaan ini bergerak sesuai dengan bidang keahlian mereka.
Ketujuh, mereka bisa pula muncul berkat fasilitas politik melalui sebuah rezim politik otoriter dan korup. Bila negerinya memiliki kekayaan alam yang melimpah, akan cepat tumbuh besar. Pengalaman ini bisa ditelusuri dari jaringan bisnis Soeharto, anak-anak dan cucunya maupun kroni-kroninya.
Pengusaha-pengusaha baru itu pada umumnya adalah golongan pengusaha kecil, kecuali yang mendapatkan fasilitas politik yang luas. Mereka harus bertarung dengan pengusaha-pengusaha lainnya. Mereka bisa saja mengalami sukses dan bisa pula bangkrut atau gulung tikar. Jaminannya terletak pada seberapa besar keuntungan yang bisa dipetik dan seberapa besar pula keuntungan tersebut ditanamkan kembali.
2.10. Mengapa pengusaha bersaing?
Sesama pengusaha pastilah menghadapi pertarungan atau biasa disebut persaingan. Mereka harus saling mengalahkan di antara sesama pesaingnya bila tak ada jalan kompromi atau kesepakatan. Mengapa sesama mereka menghadapi persaingan?
Pertama, golongan pengusaha selalu berurusan dengan pasar. Perusahaan mereka bukan hanya mengeluarkan sejumlah uang untuk memperoleh komoditas (alat-alat produksi dan tenaga kerja), tapi juga produk-produk yang dihasilkan semuanya juga komoditas (barang dagangan), sehingga semuanya harus dilempar ke pasar. Di sinilah mereka harus saling bertempur. Misalnya, pengusaha pemilik industri pakaian jadi akan bersaing dengan sesamanya untuk memperebutkan pasar: keuntungan. Dalam keadaan yang begitu keras, pertempuran mereka telah mengakibatkan dua perang dunia.
Kedua, pasar punya mekanisme atau aturannya. Pasar bebas ditegakkan oleh aturan hukum: permintaan dan penawaran. Bila penawaran tinggi, maka permintaan menjadi rendah, dan begitu pula sebaliknya. Bila permintaan tinggi, pengusaha bisa bermain dengan harga yang tinggi pula. Tapi, bila penawaran tinggi, mereka mungkin terpaksa banting harga. Pasar menjadi mekanisme seleksi kekuatan para pengusaha. Mereka yang kalah akan berisiko bangkrut.
Ketiga, pasar juga tak selalu bebas, karena ada politik yang membentenginya dengan kebijakan proteksi. Pengusaha-pengusaha besar Orde Baru di seputar Istana Soeharto, menikmati kebijakan proteksi, sehingga menjadi penguasa pasar: monopoli secara politik. Mereka menjadi pemimpin para pengusaha di Indonesia walaupun dengan memanfaatkan uang negara seperti dalam kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
2.11. Adakah krisis yang dihadapi pengusaha?
Motif semua pengusaha adalah mengeruk untung yang sebesar-besarnya. Untuk itulah mereka digerakkan guna menangguk untung besar. Pada umumnya, mereka menggenjot produksi. Jumlah produk yang dihasilkan meningkat dan bertambah banyak, yang mengakibatkan volume pasar dilampauinya.
Pertama, krisis bisa diakibatkan oleh "kelebihan produksi". Sesuai aturan hukum pasar: permintaan terdesak oleh penawaran. Pasar menjadi jenuh. Barang dagangan dianggap terlalu banyak. Akibatnya, terjadi krisis kelebihan produksi. Bagi pengusaha, krisis berarti terancam bangkrut. Barang dan jasa yang mereka produksi bisa tak laku akibat kelebihan produksi.
Kedua, pengusaha juga dapat mengalami krisis akibat spekulasi valuta asing dan sogok-menyogok (korupsi). Kita mengenalnya sebagai krisis moneter. Indonesia mengalami sejak 1997. Nilai tukar dollar AS melambung, rupiah anjlok. Buntutnya harga barang impor melonjak dan diikuti barang dan jasa dalam negeri. Inflasi tak terbendung dan daya beli masyarakat merosot. Sejumlah pengusaha mengalami kebangkrutan atau pailit serta utang-utang mereka tak terbayar.
Ketiga, akibat pertikaian dagang antar-negeri, dapat menyeret mereka ke dalam peperangan. Perang Dunia I dan II adalah contohnya bagaimana krisis di antara mereka telah melibatkan dalam satu perang dan ke peperangan berikutnya. Mereka tak peduli berapa korban akibat krisis maupun akibat peperangan. Yang penting adalah keselamatan dan keuntungan perusahaan mereka. Karena itu, juga diadakan perdamaian, yakni kesepakatan-kesepakatan yang dicapai di meja perundingan.
Krisis adalah gejala umum dalam "ekonomi pengusaha". Persaingan-persaingan dan motif-motif yang ada di antara mereka, telah menyebabkan mereka untuk saling menjatuhkan. Tapi mereka juga dapat menyepakati untuk tetap berada di dalam sistem ekonomi yang sudah mereka bangun. Sehingga krisis-krisis ini - melalui bantuan negara dan pengusaha pada umumnya - dapat diselamatkan dari kehancuran.
2.12. Bagaimana pengusaha mengatasi krisis?
Krisis berarti sistem ekonomi pengusaha atau perusahaan yang dimiliki pengusaha sedang terancam bangkrut. Bagaimana para pengusaha mengatasi krisis yang dihadapi?
Pertama, golongan pengusaha berusaha merundingkan krisis yang dialami di antara mereka untuk mencari penyelesaian. Mereka meminta bantuan negara untuk ikut menyelesaikan atau memulihkan perekonomian atau perusahaan mereka dari krisis. Selain itu, mereka juga dapat mengurangi jumlah buruh demi menyehatkan kembali perusahaan mereka yang hampir bangkrut.
Kedua, mereka juga belajar dari krisis, untuk meneliti kekeliruan-kekeliruan yang telah mereka lakukan. Penelitian ini berguna untuk menata ulang dan memperbaiki sistem ekonomi dan perusahaan mereka. Mereka giatkan penelitian-penelitian yang dirancang oleh lembaga-lembaga penelitian nasional maupun internasional seperti Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund).
Ketiga, untuk tingkat regional maupun internasional, mereka mengutus pemerintah-pemerintah, untuk merundingkan pembentukan sarana-sarana seperti APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), WTO (World Trade Organization), G-7 (kelompok negara Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Kanada dan Perancis), serta kesepakatan kawasan perdagangan bebas seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (Amerika Utara), dan penyatuan mata uang Eropa (euro).
Itulah kesepakatan-kesepakatan agar tidak menghancurkan sistem yang telah mereka bangun dan kemudian memperbaikinya agar dapat terus melanjutkan hidupnya sistem yang ada di tangan pengusahah mereka secara keseluruhan.
2.13. Siapa yang dibutuhkan pengusaha bagi perusahaan?
Pengusaha memang tak bisa menjalankan perusahaan atau usahanya sendiri. Mereka butuh orang lain. Mereka butuh orang-orang yang bekerja untuk kepentingannya. Setiap memulai pembangunan perusahaan, mereka sudah butuh orang-orang yang bekerja untuknya. Apalagi ketika perusahaannya mengalami perkembangan.
Pengusaha selalu butuh orang-orang yang dipekerjakan untuk membuat perusahaannya berjalan dan menghasilkan barang atau jasa. Atas kerja dan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh orang-orang yang dipekerjakan pengusaha itulah keuntungan bisa diperoleh.
Pengusaha sering menggunakan tahapan dari penanaman modal kepada pengembalian modal (titik impas). Bila titik impas dilampaui, mereka mulai mengatakan untung dan perusahaan dapat berkembang. Ketika berkembang, mereka semakin butuh buruh. Semakin pesat, semakin butuh banyak buruh.
Pengusaha tak mungkin sampai titik impas tanpa buruh yang mengeluarkan tenaga kerja untuknya. Demikian pula laba yang diperolehnya dan berikutnya laba yang berlipat-ganda. Artinya, dalam membangun dan mengembang-biakkan perusahaannya, pengusaha selalu butuh kaum buruh.
0 komentar: