Ekonomi Politik Kaum Buruh (4)
BAB IV
Pengusaha dan Buruh
*Suryadi A Radjab
Dalam sistem ekonomi kapitalis, pengusaha dan buruh menempati kedudukan yang pokok (fundamental). Keduanya berada dalam hubungan produksi yang khas. Menyebut sistem kapitalis, yang dimaksudkan bukanlah tujuan dan kepentingan orang seorang pengusaha, melainkan keseluruhan pengusaha. Sistem berarti bangunan, kekuatan dan fungsinya secara keseluruhan.
Karena itu, hubungan keduanya perlu ditelusuri dalam sistem ekonomi dan produksi yang dibangun dan diatur oleh pengusaha secara keseluruhan. Apakah hubungan golongan pengusaha dan buruh itu saling bertentangan. Apakah juga saling membutuhkan? Bagaimana sebenarnya duduk soal hubungan kedua golongan tersebut?
4.1. Bagaimana hubungan pengusaha dan buruh?
Hubungan antara pengusaha dan buruh terletak di dalam hubungan produksi dan pasar sekaligus. Ciri khas corak produksi yang sekarang adalah produksi untuk pasar. Tujuan produksi adalah produksi untuk pasar. Caranya adalah dengan mengubah segala hal menjadi sesuatu yang dapat dipertukarkan atau diperdagangkan. Karena itu, setiap hasil produksi selalu harus dijual.
Dalam hubungan produksi (kerja), dengan membanting tulang atau bekerja seharian penuh pun, buruh sama sekali tidak mendapatkan apa-apa, kecuali penat, lelah dan capek. Seluruh hasil produksi, sepenuhnya (absolut) menjadi milik pengusaha. Tak satu pun menjadi milik buruh dari produk yang sudah diciptakannya.
Dalam hubungan pasar (pertukaran), buruh mendapatkan upah. Artinya, buruh menukarkan tenaga kerjanya dengan sejumlah uang: upah atau gaji. Pengusaha membayar upah setelah mendapatkan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan kerja. Dengan begitu, tenaga kerja telah diubah hanya sekadar komoditas, persis seperti pakaian yang diproduksi buruh-buruh pakaian jadi.
Pengusaha memiliki alat-alat produksi. Untuk menjalankannya, pengusaha butuh tenaga kerja, karena ia tak bisa bekerja sendiri atau hanya sekeluarganya saja. Sedangkan buruh butuh uang (upah) untuk membeli komoditas lain bagi kebutuhan hidupnya, dengan cara menjual tenaganya untuk bekerja pada pengusaha. Hubungan keduanya jelas saling membutuhkan.
Sebaliknya, dalam hubungan produksi, buruh tak mendapatkan apa-apa. Buruh bekerja dengan mengeluarkan segenap tenaganya, tapi seluruh hasilnya justru dimiliki pengusaha. Buruh menghendaki upah atau gaji yang layak, tapi pengusaha justru menekan upah serendah mungkin demi untung sebanyak mungkin.
Dengan begitu, jelaslah terlihat bahwa hubungan keduanya justru saling bertentangan atau berlawanan. Karena, kepentingan antara pengusaha dan buruh memang tidak sejalan dan karena itu saling berlawanan.
4.2. Bagaimana posisi pengusaha dan buruh?
Karena pengusaha dan buruh terlibat dalam hubungan produksi, maka pastilah keduanya saling membutuhkan. Tapi keduanya juga saling bertentangan. Pertentangan ini karena posisi yang mereka tempati dalam hubungan produksi saling berlawanan.
Pengusaha adalah pemilik alat-alat produksi. Siapa yang menguasai alat-alat produksi, dia itulah yang berkuasa: memerintah dan menguasai hubungan dan hasil produksi. Pengusaha adalah golongan yang berkuasa. Tapi golongan berkuasa tak mungkin ada tanpa golongan yang dikuasai.
Sebaliknya, buruh hanya punya satu-satunya miliknya, yakni tenaga kerja. Tapi, tenaga kerja tak akan berfungsi bila tidak ada alat-alat produksi. Siapa yang tidak memiliki alat-alat produksi, dia tak punya kuasa. Karena itu, sebagai pemilik tenaga kerja, buruh diperintahi dan dikuasai oleh pengusaha.
4.3. Bagaimana pasar tenaga kerja terbentuk?
Satu-satunya cara yang dapat membuat tujuan produksi untuk pasar adalah dengan mengubah tenaga kerja menjadi komoditas (barang dagangan). Dengan begitu, terbentuklah pasar tenaga kerja. Di sinilah tempat (sarana) di mana tenaga kerja diperdagangkan atau diperjual-belikan.
Dalam pasar tenaga kerja, posisi buruh adalah penjual tenaga kerja. Buruh menawarkan barang dagangannya untuk digunakan tenaga kerjanya agar dapat dihisap dalam hubungan dan proses produksi (kerja). Buruh bebas menjual kepada pengusaha mana saja yang sudi membeli tenaganya.
Sedangkan posisi pengusaha adalah pembeli tenaga kerja. Pengusaha butuh sejumlah tenaga kerja bagi pemenuhan tujuan produksi. Pengusaha membeli atau menyewa dan segera digunakannya untuk dihisap dalam hubungan dan proses produksi. Pengusaha juga bebas menyewa tenaga buruh mana yang diandalkannya.
Dalam pasar tenaga kerja - persis seperti pasar pada umumnya - adalah hubungan antara penjual dan pembeli. Pasar jelas mengenal hukumnya sendiri: permintaan dan penawaran. Bila jumlah calon buruh melimpah, maka harga tenaga kerja akan sangat murah. Sebaliknya, bila jumlahnya calon buruh sedikit, harganya bisa melambung.
4.4. Bagaimana hubungan produksi yang terjadi?
Tujuan produksi adalah untuk pasar. Artinya, seluruh hasil produksi dipasarkan atau diperdagangkan. Pengusaha meng-uang-kan semua hasil produksi yang sudah dicapai. Karena, hasil produksi bukanlah untuk dikonsumsinya, tapi justru dijual atau dipasarkannya.
Dengan tujuan produksi seperti itu, pengusaha selalu berusaha mengerahkan kekuasaannya untuk memenuhi target (sasaran) produksi. Dalam rangka itulah pengusaha mengatur dan mengontrol jalannya produksi sesuai target. Pengusaha menyusun rencana dan mengawasi jalannya proses produksi melalui orang-orang yang ditugaskan untuk itu. Bahkan diawasi dengan ketat jalannya produksi, sehingga tak satu pun hasil produksi hilang dari pengawasan dan kepemilikannya.
Buruh menjadi golongan yang diperintahi, diatur dan diawasi untuk menjalani proses produksi. Dengan begitu, segenap tenaga kerjanya harus dikerahkan untuk mengolah dan menciptakan produk sesuai target produksi yang direncanakan pengusaha. Dan setiap produk yang dihasilkan sepenuhnya (absolut) menjadi milik pengusaha.
4.5. Apa motif pengusaha dan buruh?
Pengusaha dan buruh memang saling membutuhkan walaupun keduanya saling bertentangan. Buruh terpaksa harus bekerja pada pengusaha (pemilik alat-alat produksi). Dengan keterpaksaan buruh terhadap sistem ini pulalah sehingga pengusaha mempekerjakan buruh.
Dalam hubungan keduanya, pengusaha dan buruh punya motif yang berbeda. Apa motif pengusaha mempekerjakan buruh? Jelaslah bahwa pengusaha menghisap seluruh hasil produksi menjadi miliknya. Dengan cara ini, semua produk yang dihasilkan buruh itu kemudian dijualnya. Dengan perjualan inilah pengusaha memetik keuntungan (laba) setelah dikurangi upah (dan tunjangan) dan biaya alat-alat produksi.
Jadi, motif pengusaha adalah mengejar laba. Bila dimungkinkan, pengusaha akan mengeruk untung yang sebesar-besarnya. Prinsip teoritis pengusaha adalah "biaya produksi yang serendah-rendahnya dan keuntungan yang sebanyak mungkin." Prinsip ini pada umumnya menjadi pegangan pengusaha.
Lantas, apa motif buruh? Sebagai penjual tenaga kerja, buruh mendapat bayaran, yakni upah. Juga sebagai penjual tenaga kerja, buruh menawarkan harga tenaganya yang tinggi. Dengan begitu, upah yang lebih baik merupakan motif buruh. Motif inilah yang sering mereka teriakkan dalam berbagai kesempatan atau perselisihan terhadap pengusaha yang menjadi pembeli tenaganya.
4.6. Apa organisasi pengusaha dan buruh?
Sistem ekonomi adalah sebuah sistem yang dibangun dan dikelola oleh kekuatan yang terorganisasi. Tak mungkin berkembang dan bertahannya suatu sistem tanpa keteroganisasiannya. Sebagai sebuah sistem, produksi kapitalis juga berjalan secara terorganisasi di dalam satuan-satuan (unit-unit) produksinya. Bagaimana hal ini diletakkan dalam hubungan pengusaha dan buruh?
Pengusaha tak mungkin jadi satu golongan yang berkuasa tanpa mengorganisasikan kekuatannya. Bagaimana mereka mengorganisasikan kekuatan terutama ekonomi? Marilah kita periksa.
Pengusaha mengorganisasikan dirinya dengan cara mendirikan dan mengembangkan perusahaannya. Dengan kekuatan uangnya, pengusaha membangun perusahaan dan mempekerjakan orang-orang yang bersedia menjual tenaga kerja. Dengan begitu, perusahaan menjadi organisasi (alat) pengusaha dalam mengorganisasikan kekuatannya demi motif mengejar laba. Semua pengusaha melakukan hal yang sama: mengorganisasikan kekuatannya melalui perusahaan.
Bagaimana dengan buruh? Kaum buruh memang diorganisasikan oleh pengusaha melalui perusahaan. Bila buruh diorganisasikan oleh pengusaha belaka, maka buruh tidak bisa mengorganisasikan dirinya demi motif dan kepentingannya. Karena itu, kaum buruh punya caranya sendiri untuk mengorganisasikan kekuatannya, yakni dengan membentuk dan mengembangkan serikat buruh di perusahaan atau tempat kerjanya. Dengan serikat buruh inilah buruh menjadikannya sebagai alat perjuangannya terutama dalam memperjuangkan upah yang layak.
0 komentar: