inti sari pemikiran para filsuf (3)
G.W.F. Hegel (1770-1831)
-Filsuf Jerman, pendiri Idealisme Absolut
-“yang riil adalah yang rasional” dan “akal budi adalah prinsip formatif dari semua kenyataan”.
-Tujuan sejarah adalah pembebasan Roh dari keterikatannya dalam alam guna mencapai “Yang Absolut”, kesatuan organis yang meliputi segala sesuatu dan sadar diri.
-Individu sebagai individu tidaklah penting.
-Ia terkenal karena analisis dialektisnya tentang sejarah dan ide-ide, di mana ia merunut bagaimana suatu pendirian atau lembaga yang terdahulu dirongrong dan mengarah untuk melampaui dirinya sendiri dan menuju sintesis baru.
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
-Idealis Jerman yang pandangan hidupnya sangat pesimistis, ‘kehendak untukm hidup’ merupakan tealitas fundamental, serangan penuh kebencian kepada kaum perempuan.
-Terperangkap dalam kehendak untuk hidup, kita menghabiskan hidup kita untuk terombang-ambing antara keinginan-keinginan yang menyakitkan dan usaha melepaskan diri dari derita, yang pada akhirnya hanya akan melahirkan kebosanan.
-Normalnya, akal budi mengabdi kehendak yang buta dan gelisah ii, tetapi ia dapat melepaskan diri dan melibatkan diri pada kontemplasi estetis.
-Dalam sat-saat kontemplasi semacam itulah sebenarnya kita benar-benar bebas. Semua fenomena, termasuk tubuh manusia, tidak lain adalah ‘kehendak yang diobjektifkan.
John Stuart Mill (1804-1873)
-Dikeal luas karena mengembankgan dan menyebarkan ajaran etika utilitarianisme.
-Ia mempertimbangkan kualitas, di samping kuantitas, dari konsekuansi-konsekuensi yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
-Ia membela kebebasan dengan mengaskan “satu-satunya tujuan di mana manusia dijamin, secara individual maupun kolektif, dalam mencampuri kemerdekaan orang lain adalah perlindungan diri”.
-Ia membela gerakan feminisme, yang menentang adanya pembatasan terhadap wanita baik secara legal maupun sosial.
Soren Kierkegaard (1813-1855)
-Filsif Denmark, bapak eksistensialisme.
-Tugas paling berat setiap orang adalah menjadi seorang individu.
-Menjadi individu berarti mengenali keunikannya sendiri, menghadapi keharusan untuk mengambil keputusan sendiri, dan terutama melakukan ‘lompatan iman’.
Karl Marx (1818-1883)
-Bersama Frederich Engels mendirikan tradisi ‘kiri’ dalam pemikiran politik.
-Mengkombinasikan aspek-aspek dialektik Hegel dengan materialisme ateis Feuerbach, dan menyatakan bahwa hanya melalui revolusi kedua pekerjalah orang dapat menerima emansipasi.
-Karya-karya awalnya menunjukkan perhatian yang sangat dalam kepada akibat idustrialisasi yang memerosotkan martabat manusia.
-Dengan revolusi, secara ideal akan muncul masyarakat tanpa kelas, pergantian dari milik pribadi menjadi kepemilikan komunal, dan secara perlahan terhapusnya negara.
Charles Sanders Peirce (1839-1914)
-Bapak filsafat Amerika dan pendiri pragmatisisme.
-“tidak ada perbedaan makna yang sedemikian jelas dalam segala sesuatu selain perbedaan pelaksanaan (praktis)”.
-Ia menerapkan teori makna pragmatis ini secara luas dalam kegiatan ilmiah dan praktis
-Berpendapat bahwa ilmu pengetahuan menawarkan satu-satunya metode yang sesuai untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia.
-Seluruh keyakinan kita pada dasarnya dapat salah dan selalu dapat direvisi berdasar pada bukti-bukti yang tidak lengkap dan berubah-ubah.
William James (1842-1910)
-Yang memopulerkan pragmatisme, khususnya dalam bidang moralitas dan kepercayaan agama.
-Jika konsekuensi-konsekuensi psikologis, moral, dan/atau sosial dari suatu keyakinan itu baik, maka keyakinan tersebut dapat disebut rasional, meskipun tidak dapat dibuktikan oleh ilmu pengetahuan.
-“kebenaran hanyalah jalan yang berguna dalam cara berpikir kita, sebagaimana hak hanyalah jalan yang berguna dalam cara berperilaku kita”.
-Artinya, kebenaran tergantung pada apakah keyakinan kita dapatt berfungsi dan diterapkan dengan baik atau tidak.
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
-Filsuf Jerman
-Dimasukkan sebagai eksistensialis karena penekanannya pada individu dan penolakannya terhadap massa, dan juga setiap pandangan tentang kebenaran dan nilai tersebut.
-Prinsip metafisik fundamental adalah kehendak untuk berkuasa (will to power) dan ada dua jenis nilai, yaitu nilai-nilai yang diciptakan oleh golongan lemah dengan menujunjung tinggi keutamaan-keutamaan semacam belas kasih, cintam altruisme, dan kelemahlembutan, serta nilai golong kuat (“moralitas tuan”) dengan keutamaan semacam kekuatan dan keberanian.
-Konsep Nietsche tentang ‘manusia super’ akan menciptakan nilainya sendiri dan menegaskan kehidupan.
-Menolak anti-Semitisme dan mereka-mereka yang dijuluki sebagai “lembu-lembu terpelajar” yang telah menginterpretasikan “manusia super” dalam pengertian biologis.
Francis Herbert Bradly (1946-1924)
-Percaya akan adanya sesuatu yang Absolut dan terbebas dari semua kontradiksi.
-Pikiran tidak mampu memahami kenyataan tertinggi.
-Menolak formalisme kosong Kantian tentang ‘kehendak baik’.
-Mengidentikkan kehendak baik tersebut dengan kehendak universal, kehendak dari organisme sosial.
-“lingkungan saya dan kewajiban-kewajibannya” memberi isi bagi kehidupan moral saya.
Josiah Royce (1855-1916)
-sangat dipengaruhi oleh absolutisme Hegelian, namun juga menaruh simpati cukup dalam terhadap pragmatisme, Royce mengembangkan perpaduan yang unik antara keduanya.
-Menekankan individualisme diri manusia, skealigus menyadari bahwa diri individual manusia merupakan baian dari komunitas diri-diri yang lebih luas – teman, keluarga, rekan kerja – yang masing-masing menginterpretasikan diri kepada yang lain.
-Mencoba menerjemahkan ide-ide kristen tentang dosa dan pengampunan ke dalam istilah-istilah komunal dan menaarkan suatu cara untuk mengatasi penyakit yang terlalu bepussat pada diri sendiri, alienasi, dan kejahatan, melalui kesetiaan kepada Komunitas Besar/Tercinta.
Edmund Husserl (1859-1938)
-Filsuf Jerman, pendiri fenomenologi.
-Membuat bidang intensi-intensi sadar subjek dari investigasi ekstensif.
-Menekankan deskripsi murni terhadap objek atau tindakan apa pun yang tampak atau nyata dalam medan kesadaran, misalnya karya seni, angka, pertimbangan, imajinasi.
-Metode dan deskripsinya telah diterapkan pada dasar-dasar logika, psikologi, ilmu-ilmu sosial, analisis teks sastra, dan juga seni.
Henri Bergson (1859-1940)
-Filsuf Perancis, kadang-kadang dijuluki “filsuf proses”.
-Menekankan nilai penting dari perubahan evolutif oleh sebuah daya kreatif (elan vital).
-Menolak pandangan ekstrem dualisme maupun materialisme, dan menyatakan bahwa suatu metafisika yang tepat bagi kita harus mencakup pengalaman tentang waktu yang berkelanjutan dan mengalir sekaligus harus menghindari perangkap pola mekanistik atau waktu “jam” yang tersusun atas kumpulan momen-momen yang terpialh.
-Dalam epistemologi, banyak menekankan intuisi dan keterbaasan pengetahuan intelektual.
0 komentar: