Logika Dialektis (3)
DIALEKTIKA MATERIALISME
1. Hukum dialektika dan metode dialektika
Apakah metode dialektika itu?, Metode ini memandang, menyelidiki dan menganalisa segala hal-hal yang kongkrit kita hadapi, dengan menggunakan dasar-dasar hukum-hukum dialektika yang berlaku secara objektif, oleh karena, metode dialektika itu sebetulnya tergantung oleh dua hal subjektif yaitu:
a. lengkap tidaknya, tepat tidaknya, pengetahuan seseorang ten tang hukum dialektika,
b. banyak atau sedikitnya pengalaman dia dalam praktek menggunakan metode tersebut, atau dengan perkataan lain sejauh mana ketrampilan dia menggunakannya.
Dengan mengetahui secara jernih tentang perbedaan atau hukum dialektika yang objektif dengan metode dialektika yang subjektif, kita dapat memiliki kegunaan secara praktis sbb:
a. Kita hendaknya terus melatih pandangan dialektika materialis kita, selain dengan rajin mempelajari teori-teori revolusioner dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan umum secara cermat, juga dan terutama ikut terjun dalam praksis, terjun dalam kancah perjuangan massa rakyat revolusioner.
b. Melatih cara pandang dengan menggunakan metode dialektika, meneliti dan menganalisa, memecahkan setiap hal yang kita hadapi, misalnya dengan jalan berusaha mengenal sesuatu hal seobjektif mungkin dan selengkap mungkin, mengumpulkan data dan mendiskusikannya dengan kawan-kawan, dengan mengadakan dialog dengan massa rakyat, memperhatikan pendapat orang lain, mempelajari tulisan, analisa atau karya-karya ilmiah orang lain, berusaha untuk mampu mengadakan penyimpulan atau analisa serta menguraikan secara sistimatis baik dengan lisan maupun tulisan.
Orang menggunakan metode dialektik berdasarkan hukum umum dialektik, sebagai pedoman untuk mendekati, mengenal dan menganalisa hal-hal yang khusus dan kongkrit, dan untuk menemukan hukum-hukum dialektik yang khusus untuk menguasai hal-hal tertentu tersebut. Sifat hukum dialektik yang umum itu abstrak, ia merupakan abstraksi dari hukum-hukum dialektika yang khusus dan kongkrit, dalam dunia kenyataan yang kongkrit.
Hukum umum dialektik itu sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah hukum-hukum dialektik yang khusus dan kongkrit. Setiap hal atau soal mempunyai hukum dialektiknya sendiri yang khusus dan kongkrit.
Karena itu, memecahkan suatu persoalan tertentu berarti memecahkan atau menemukan dan memahami secara tepat hukum dialektikanya yang khusus mengenai persoalan itu. Sedangkan hukum-hukum yang umum hanyalah pedoman. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh orang-orang revolusioner sepanjang sejarah pergerakan rakyat: jangan banyak bicara umum dan abstrak, tapi pecahkan sesuatu hal secara khusus dan kongkrit.
2. Hukum umum dialektika yang pertama: Kesatuan dari segi-segi yang berlawanan
Dalam 'Anti Duhring', Engels mengemukakan tiga hukum umum dialektika. Hukum dialektika yang pertama, Kesatuan dari segi-segi yang belawanan atau kontradiksi, menunjukkan bahwa gerak dunia materiil atau dunia kenyataan objektip ada karena segi-segi, faktor-faktor yang berlawanan dalam dirinya. Oleh karena itu menurut arti sebenarnya, 'dialektika adalah studi tentang kontradiksi di dalam hakekat segala sesuatu itu sendiri'.
Dengan kata lain hukum kontradiksi itu adalah jiwanya dialektika. Tanpa adanya kontradiksi intern, berarti tidak ada gerak dan perkembangan. berarti tidak ada hal ikhwal itu sendiri.
a. Pengertian tentang Kontradiksi
Dalam pengertian filsafat, sangatlah luas, tidak sebatas pada segi-segi yang saling berlawanan atau bertentangan, tapi segi yang berlainan dan berbeda sekalipun termasuk dalam kontradiksi.
b. Keumuman kontradiksi
Ada dua pengertian: pertama, bahwa di dalam segala hal terdapat segi-segi yang berkontradiksi. Kedua, bahwa di dalam segala hal dalam seluruh proses perkembangannya, dari satu tingkat ke tingkat yang lain selalu terdapat kontradiksi di dalamnya. Setelah satu kontradiksi pada suatu tingkat perkembangan selesai, timbullah kontradiksi baru pada tingkat perkembangan yang baru. Begitu seterusnya tiada habis-habisnya. Arti praktis dari pengertian keumuman kontradiksi ini adalah bahwa kita tak boleh melarikan diri dari kontradiksi atau persoalan, bahwa kita tak boleh merasa jemu atau jera menghadapi dan memecahkan kontradiksi (persoalan). Di dunia ini tidak ada satu hal atau masalah yang dapat dengan satu kali diselesaikan untuk selama-lamanya, tanpa timbul persoalan baru.
c. Kekhususan kontradiksi
Mempunyai dua pengertian, pertama bahwa di dalam setiap hal terdapat kontradiksinya sendiri secara khusus, yang berbeda dengan kontradiksi di dalam hal yang lain. kedua, bahwa suatu hal dalam proses perkembangannya, maka di setiap tingkat perkembangannya terdapat kontradiksinya yang khusus, sehingga kita dapat membedakan tingkat perkembangannya yang satu dengan yang lain. Misalnya dalam proses perkembangan kupu-kupu, kontradiksi yang terkandung pada tingkat perkembangannya sebagai telur berbeda dengan yang pada tingkat perkembangannya sebagai ulat, dan seterusnya. Pengertian ini mempunyai arti praktis, bahwa sekali lagi kita dalam mengenal dan memecahkan persoalan harus secara kongkrit, tidak boleh secara umum dan garis besar saja, tidak boleh asal menjiplak saja. Cara pemecahan suatu persoalan tertentu tak dapat digunakan mentah-mentah untuk memecahkan persoalan yang lain. Demikian juga pemecahan untuk suatu tingkat perkembangan tertentu dari suatu persoalan tak dapat dipakai begitu saja untuk pemecahan tingkat perkembangannya yang lain.
d. Kontradiksi dasar
Dalam suatu materi atau kenyataan objektif terdapat lebih dari satu kontradiksi. Kontradiksi atau kontradiksi-kontradiksi yang menentukan kualitas suatu materi atau kenyataan objektif, atau dengan perkataan lain, yang menentukan adanya materi atau kenyataan objektif itu, disebut kontradiksi atau kontradiksi-kontradiksi dasar. Perubahan kontradiksi dasar berarti terjadi perubahan dari kualitas yang satu menjadi kualitas yang lain, berarti terjadinya suatu perubahan dari suatu materi pertama menjadi materi yang lain. Misalnya, Penghisapan kaum kapitais terhadap kaum buruh merupakan suatu kontradiksi dasar dari masyarakat kapitalis, dan dengan lenyapnya kontradiksi itu berarti lenyaplah pula masyarakat kapitalis yang berubah menjadi masyarakat yang lain.
Arti praktis dari pengertian ini ialah, kita hanya bisa mengambil sesuatu hal dengan baik, apabila kita mengetahui dengan jelas apa kontradiksi dasarnya. Hanya dengan demikian kita akan mengetahui dengan jelas pula suatu hal itu mengalami perubahan yang kualitatif ataukah tidak, juga dengan hanya demikian kita baru bisa mengusahakan untuk mengubahnya.
e. Kontradiksi Pokok atau kontradiksi utama
Pada setiap tingkat perkembangan sesuatu hal, tidak semua kontradiksi yang terkandung memainkan peranan yang sama. Di antaranya pasti ada satu dan hanya satu kontrdiksi yang mamainkan peranannya yang paling menonjol. Kontradiksi ini disebut kontradiksi pokok atau utama. Misalnya, kontradiksi antara rakyat Indonesia (terutama rakyat pekerja) dengan kaum penjajah kolonial sebelum kemerdekaan 45 merupakan kontradisi pokok dalam masyarakat Indonesia pada tahap itu. Arti praktis dari ini adakah bahwa kita harus dapat mengenal kunci persoalan atau kontradiksi pokok ini, maka kontradiksi-kontradiksi lainnya dapat diselesaikan dengan lebih mudah. Tanpa memecahkan kontradiksi antara rakyat Indonesia dengan penguasa kolonial, kita tidak akan dapat me-nyelesaikan kontradiksi antara kaum petani dengan tuan-tuan feudal, suatu kelas yang dipertahankan oleh sistim kolonial.
f. Mutasi
Kontradiksi pokok itu tidak tetap kedudukannya. dalam keadaan dan syarat tertentu bisa diambil alih oleh kontradiksi yang tadinya bukan pokok. Pergeseran atau pergantian ini disebut mutasi kontradiksi pokok.Misalnya kaum imperialis pernah berusaha agar kontradiksi antar daerah atau suku bermutasi menjadi kontradiksi pokok di Indonesia, hingga bangsa kita dapat dipecah belah dan tetap mereka kuasai. Arti praktisnya ialah, bahwa kita harus mengenal baik keadaan atau syarat-syarat yang dibutuhkan oleh suatu kontradiksi hingga dapat bermutasi menempati kedudukan sebagai kontradiksi pokok. Hanya dengan demikian kita baru dapat mendorong/mempercepat atau sebaliknya mencegah/menghambat terjadinya mutasi itu. Hanya dengan mengetahui dengan jelas dan tepat syarat-syarat yang diperlukan telor ayam untuk mendapat menetas menjadi anak ayam, maka manusia dapat menciptakan mesin penetas.
g. Kedudukan dua segi dalam suatu kontradiksi
Dua segi yang berkontradiksi itu tentu berbeda kualitasnya. di antaranya pasti akan ada yang mewakili kekuatan lama, yang tak mempunyai hari depan, dan segi lainnya mewakili kekuatan baru atau yang sedang tumbuh. Kedudukan mereka dalam proses perkembangan adalah tidak sama pula. Segi lama yang nampak besar dan kuat pada awal perkembangan kontradiksi itu menempati kedudukan yang menguasai dan yang memimpin. Sebaliknya segi yang baru yang semula nampak masih kecil dan lemah, berkedudukan sebagai yang dikuasai dan yang dipimpin. Tapi dalam perkembangan selanjutnya segi baru itu berkembang besar dan makin kuat. sedang segi lama makin lemah dan makin lapuk sehingga suatu saat segi baru yang berkedudukan dipimpin berkembang dan bermutasi menjadi yang memimpin. Ini berarti arah perkembangan kontradiksi itu mengalami perubahan. Kalau tadinya ke kanan misalnya, sekarang ke kiri. Lebih lanjut, segi baru yang tadinya dikuasai sekarang bermutasi ke tempat yang menguasai. Dengan perkataan lain, terjadi perubahan kwalitatip, hal yang lama berubah menjadi yang baru.
Arti praktis dari pengertian itu adalah kita harus selalu berusaha mengenal sebaik-baiknya segi-segi yang berkontradiksi. Baik kualitasnya, maupun kedudukan atau posisinya dalam proses perkembangannya. Jadi kalau kita mau mengalahkan musuh-musuh rakyat yang tertindas, kita harus mempelajari mendalam mengenai segi-segi dan keadaan musuh dan posisinya, dan dari pihak kita sendiri. Di samping itu, bagi kita yang menginginkan perubahan dan pembebasan, harus selalu berorientasi pada kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh, yang mempunyai hari depan dan syarat-syarat yang diperlukan bagi perkembangannya, agar kita membantu mempercepat pertumbuhannya.
h. Kesatuannya relatif, pertentangannya mutlak
Apabila kita memperhatikan dua segi dalam suatu kontradiksi maka kita dapat melihat, bahwa dua segi itu sejak dari awal sampai akhir proses perkembangannya selalu bertentangan satu sama lainnya, selalu dalam perjuangan mengenyahkan lawannya tanpa syarat. Artinya pertentangan dua segi itu adalah mutlak, tak peduli dalam keadaan bagaimanapun juga. Kesatuannya bisa terjadi karena kedua segi itu berbeda kualitasnya, dan menempati kedudukan yang berbeda pula dalam kesatuan itu, ada yang menguasai dan ada yang dikuasai. Dan hal ini dikatakan bersifat sementara karena dalam perkembangannya kedua segi itu akan terjadi mutasi, yang semula dikuasai akan menguasai, sehingga terjadi perubahan kwalitatip, kesatuan yang lama diganti dengan kesatuan yang baru. Pengertian ini berarti, sikap kompromi dengan musuh itu relatif sementara (taktis), sedangkan perjuangan melawan musuh itu mutlak (strategis), tetap berlangsung terus, bervariasi dalam bentuk dan bidangnya.
Dalam kontradiksi hal ini mempunyai dua pengertian: Pertama, menurut wataknya ada yang antagonistik, misalnya kaum buruh dan kaum kapitalis, buruh tani lawan tuan-tuan feodal, yang langsung berlawanan kepentingannya. Ada pula kontradiksi yang non-antagonistik.
Kedua, menurut bentuknya perjuangan dari kedua segi yang berkontradiksi ada yang bersifat antagonistik dan ada yang non-antagonistik. Yang dimaksud dengan perjuangan yang non-antagonistik itu adalah perjuangan yang terbuka dan dengan kekerasan. Misalnya perjuangan kaum buruh melawan majikan selama masih dalam bentuk pernyataan protes dan berunding di meja perundingan, atau bahkan merupakan pemogokkan dengan tata tertib, masih dapat digolongkan dalam bentuk perjuangan yang antagonistik. Tetapi kalau sudah terjadi pengambil alihan pabrik atau penindas dan dari majikan dengan kekerasan sehingga terjadi perkelahian, maka perjuangan tersebut disebut perjuangan yang antagonistik. Kontradiksi yang menurut wataknya antagonis belum tentu harus sudah mengambil bentuk perjuangan yang antagonistik, dapat jua masih mengambil bentuk perjuangan yang non antagonistik. Misalnya kontradiksi antara rakyat dan musuh-musuh rakyat, menurut watak-nya adalah antagonistik. Namun bentuk perjuangannya dalam proses perkembangan masih bisa bersifat non-antagnistik misalnya aksi-aksi reform. jadi tidak mutlak sudah harus angkat senjata atau dengan kekerasan. Semua tergantung pada kondisi dan situasi serta syarat-syarat kongkrit yang ada. Akan tetapi pada tingkat terakhir di tingkat perkembangannya, pada pokoknya secara mutlak mengambil perjuangan antagonistik. Karena tidak ada penguasa yang rela menyerahkan kekuasaannya dengan suka rela, malah mereka akan mempertahankan dengan kekerasan.
Pengertian ini mengingatkan kita supaya kita pada satu pilihan memperkuat persatuan kita dengan kelompok progresif lainnya dengan menciptakan dan mempertahankan syarat-syarat yang diperlukan. Di pihak lain kita harus berusaha supaya musuh terus terpencil dari sekutunya dan memperlemah persatuan mereka.
Di samping itu kita harus melihat dengan cermat, bahwa pada keadaan yang bagaimana kita akan mengambil bentuk perjuangan yang antagonistik atau non-antagonistik dalam menghadapi musuh.
3. Hukum umum dialektika ke dua: Perubahan kuantitatif ke perubahan kwalitatif
Hukum umum dialektika yang kedua ini menyatakan, bahwa proses perkembangan dunia material atau dunia kenyataan objektip terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah perubahan kuantitatif yang berlangsung secara perlahan, berangsur atau evolusioner. Kemudian meningkat ketahap kedua, yaitu perubahan kualitatif yang berlangsung dengan cepat, mendadak dalam bentuk lompatan dari satu keadaan ke keadaan lain, atau revolusioner. Perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif merupakan dua macam bentuk dasar dari segala perubahan. Segala perubahan yang terjadi dalam dunia kenyataan objektif itu kalau bukan dalam bentuk perubahan kuantitatif, maka dalam bentuk kualitatif.
a. Pengertian tentang kuantitas
adalah jumlah dalam arti seluas-luasnya tidak terbatas mengenai ruang (banyak-sedikit, besar-kecil, panjang-pendek, tebal-tipis) dan waktu (lama-sebentar, cepat-lambat) saja tapi juga mengenai pikiran dan perasaan (tinggi-rendahnya kesadaraan politik, kuat-lemahnya keyakinan atau kepercayaan, dalam-dang-kalnya pengetahuan, besar-kecilnya minat atau pengetahuan) sebagai contoh:
Kuantitas-kuantitas tertentu yang dimiliki seorang juara bulu tangkis, selain kuat keadaan fisiknya, stamina, cepatnya gerak, pengalaman bertanding dan latihan dll. Demikian pula bagi seorang kader revolusioner, selain ketentuan-ketentuan formal dalam konstitusi organisasi, seperti umur dan masa calon anggota, maka yang terpenting lainnya ialah kesadaran kelas dan kesadaran politik, yang hal itu terbentuk dari aktivitasnya dalam keterlibatan dalam perjuangan massa rakyat pekerja, dan semangat juangnya yang tinggi. Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa kuantitas dan kualitas itu tak dapat dipisahkan satu sama lain, kuantitas tertentu membentuk kualitas tertentu pula.
b. Pengertian tentang kualitas
adalah ciri yang membedakan hal yang satu dengan yang lain. Kita dapat membedakan minyak dari air, demikian jua kita dapat membedakan antara kaum buruh dan kaum tani, antara desa dan kota, karena kualitas mereka berbeda satu dan lainnya. Telah dinyatakan, bahwa kuantitas-kuantitas tertentu yang dimiliki oleh sesuatu hal membentuk dan menunjukkan kualitas tertentu dalam sesuatu hal itu. misalnya, antara ormas kaum buruh dan partai politik kelas buruh, mempunyai ketentuan susunan intern yang berlainan, antara lain adalah keterikatan para anggota dari organisasi massa kaum buruh itu berdasarkan terutama pada kepentingan sosial ekonominya, sedangkan dalam partai buruh, sangat berdasarkan pada cita-cita politiknya. Ketentuan susunan intern mereka secara praktis dinyatakan selengkapnya dalam anggaran dasar organisasi mereka masing-masing dan aktivitas mereka sehari-hari dalam mewujudkan program mereka masing-masing. Jelas kiranya bahwa kualitas yang mencirikan sesuatu hal itu adalah pernyataan dari ketentuan susunan internnya.
c. Perubahan kuantitatif
Perubahan kuantitatif seperti telah dikemukakan berlangsung secara perlahan-lahan dan tidak menyolok. selama dalam proses perubahan kuantitatif tersebut, kualitasnya nampak tidak berubah. Keadaan itu disebut kemantapan relatip kualitas.
Keadaan kemantapan relatip kualitas tersebut mempunyai batas tertentu. Bila perubahan kuantitatif melampaui batas itu maka rusaklah kemantapan relatip kualitas itu yang berarti kualitasnya mengalami perubahan. Misal, seceret air dibawah tekanan udara biasa, apabila penambahan suhunya tidak melampaui batas 100 derajat celcius, cirinya sebagai cairan masih dapat dipertahankan, tapi bila perubahan suhu melampaui batas itu, maka kualitas cairan mengalami perubahan menjadi uap. Demikian pula perkembangan rakyat revolusioner bila melampaui batas tertentu, akan menjadi suatu revolusi sosial, hingga kualitas masyarakat lama akan disingkirkan oleh masyarakat baru. Oleh karena itu dalam proses perubahan kuantitatif, kualitas nampaknya tidak mengalami perubahan apa-apa, maka seakan-akan perubahan kuantitatif itu tak ada hubungannya dengan kualitas. Dari uraian singkat di atas kita dapat melihat bahwa perubahan kuantitatif adalah persiapan untuk perubahan kualitatif, atau dengan kata lain, bahwa perubahan kualitatif menyelesaikan atau mengakhiri perubahan kuantitatif yang sedang berlangsung, dan menimbulkan atau melahirkan perubahan-perubahan kuantitatif yang baru.
Hal yang sangat sederhana ini perlu ditandaskan karena ada sebagian orang hanya mau mengakui perubahan kuantitatif saja tetapi tidak mengakui adanya perubahan kualitatif. Mereka berpendapat di dunia ini tak ada perubahan yang melahirkan hal yang baru, karena menurut mereka anak ayam itu sejak semula telah berada di dalam telur hanya saja masih terlalu kecil dan tersembunyi di dalam telur hingga tak dapat kita lihat. Kemudian setelah mengalami perubahan kuantitatif, ia tumbuh semakin besar hingga pada saat ia mampu memecahkan kulit dinding telur yang melindunginya dan menampakkan dirinya di dunia ini. Demikian juga kata mereka, bahwa penindasan dan penghisapan oleh manusia atas manusia sudah ada sejak adanya manusia di bumi ini. Kalau semula penindasan dan penghisapan itu dilakukan dengan cara primitif, sederhana, terbuka dan tidak intensif, tepi setelah mengalami perubahan-perubahan kuantitatif maka penghisapan mengambil bentuk yang terselubung, halus dan makin intensif.
Pandangan metafisik (non-dialektis) semacam ini dapat menyesatkan kita. Dia merupakann basis filosofis kesalahan-kesalahan reformis di dalam bidang politik, hingga membuat orang merasa puas dengan hanya perubahan-perubahan reformis atau perbaikkan tambal sulam rakyat pekerja, tanpa menghendaki adanya pembebasan rakyat pekerja dari penghisapan manusia lainnya, tidak menghendaki adanya perubahan revolusioner untuk mengubah sistim masyarakat penindasan. Sudah tentu pandangan filosofis semacam ini menguntungkan dan dipelukan oleh kelas-kelas penghisap dalam mempertahankan kekuasaan dan penghisapannya. Padahal, satu abad yang lalu Hegel telah mengemukakan dengan tepat, bahwa peralihan dari alam yang tak berperasaan ke alam berperasaan, dari alam an-organik ke alam kehidupan organik, merupakan lompatan keadaan yang baru sama sekali.
Pernyataan Hegel ini bukanlah spekulatif, melainkan berdasarkan pada hasil-hasil pengembangan ilmu pengetahuan pada waktu itu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial. Masyarakat komune primitif waktu itu belum mengenal penghisapan manusia oleh manusia dan masyarakat penghisapan ini baru lahir setelah komune primitif ini mengalami keruntuhannya, di mana kerja seseorang dengan alat-alat kerja yang relatif lebih maju dapat menghasilkan hasil lebih, sehingga memungkinkan terjadinya penghisapan atas manusia oleh manusia dan melahirkan sistim pemilikan budak.
Dengan memiliki pengertian, bahwa perubahan-perubahan kuantitatif menyiapkan suatu perubahan kualitatif yang revolusioner, maka kita tak akan mudah terjebak oleh teori-teori seperti: kapitalisme kerakyatan, negara kapitalis yang berorientasi sosialis, perkembangan kapitalisme ke sosialisme secara damai, memperjuangkan masyarakat industri yang non-kapitalis dan non-sosialis dan sebagainya, yang dijajakan oleh teoritikus-teoritikus borjuis dan revisionis.
Sebagaimana selalu diingatkan oleh pejuang-pejuang besar revolusi, bahwa kelas penghisap yang berkuasa tak akan pernah dengan sukarela menyerahkan kekuasaannya, bahwa rakyat tertindas harus melakukan perjuangan revolusioner untuk membebaskan dirinya.
d. Perubahan kualitatif
Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya bahwa perubahan kualitatif itu terjadi secara mendadak, cepat dalam bentuk lompatan dari satu keadaan ke satu keadaan lainnya. Sedikit mengulangi tentang telur ayam selama dalam proses perubahan kualitatif dalam masa pengeraman, cirinya yang berbentuk telur itu nampak tepat tak berubah, masih tetap bertahan, atau masih dalam kemantapan relatif. Tetapi begitu perubahan kuantitatif melampaui batas relatif kualitasnya, terjadilah perubahan kualitatif dengan mendadak. Perubahan kuantitatif yang berlangsung dalam telur itu segera berhenti atau terputus, kemantapan relatif kualitasnya sebagai telur tak dapat dipertahankan lagi dan lenyap seketika itu juga. Sebagai gantinya muncullah anak ayam yang ciri atau kualitasnya berlainan dengan telur tadi. Demikianlah kita melihat perubahan dari telur ke anak ayam itu merupakan suatu lompatan yang disebut keterputusan kesinambungan. Artinya terputusnya keadaan kesinambungan perubahan kuantitatif atau kemantapan relatif kualitasnya. Mengenai perubahan kualitatif ini, Engels di dalam bukunya "Dialektika alam" mengemukan bahwa "kimia boleh dikatakan ilmu tentang perubahan kualitatif yang terjadi dalam benda sebagai akibat perubahan kuantitatif komposisinya. Contohnya oksigen atau zat asam apabila molekul itu terdiri dari 3 atom dan bukan 2 sebagaimana biasanya maka kita mendapatkan ozon yaitu suatu benda yang dalam hal bau dan reaksi kimianya sangat berlainan dengan zat asam biasa. "
Kelanjutannya, oleh karena perubahan kualitatif itu terjadi secara mendadak, merupakan lompatan dari suatu lompatan keadaan ke keadaan lainnya, atau terputus sama sekali kesinambungannya dengan keadaan sebelumnya, maka ada sementara orang mengira bahwa perubahan kualitatif itu terlepas dari perubahan kuantitatif, tak ada hubungan sama sekali dengan kuantitas atau perubahan kuantitatif. Mereka tak mau mengeakui perubahan kuantitatif, dan hanya mengakui perubahan kualitatif saja. Meletusnya gunung krakatau satu abad yang lampau hingga gunung tenggelam ke dasar laut, menurut mereka, merupakan perubahan kualitatif yang mendadak tanpa melalui perubahan kuantitatif. Demikian juga mereka menganggap, misalnya meletusnya revolusi '45 terjadi secara mendadak dalam momentum yang kebetulan, sama sekali tak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan kuantitatif sebelumnya, yang berupa gerakan massa rakyat. Katanya lagi, ibarat meletusnya sebuah petasan, yang hanya dengan menyulut sumbunya saja (maksudnya, cukup dengan agitasi atau menghasut massa rakyat)
Pandangan ini juga suatu jenis metafisik, yang dapat menyesatkan kita dengan melakukan kesalahan-kesalahan avonturis di bidang politik, misalnya kendak menyelesaikan suatu revolusi sosial dengan kudeta militer atau avonturisme militer. Padahal pejuang-pejuang besar revolusi, selalu mengingatkan kita bahwa revolusi adalah urusan dan karya rakyat, merupakan puncak dari perjuangan rakyat untuk membebaskan dirinya. Rakyat pekerja tak akan dapat dibebaskan oleh siapapun, kecuali oleh perjuangan mereka sendiri. Kesadaran politik dan organisasional pada rakyat sangat menentukan sebuah revolusi rakyat.
Telah diketahui, bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam kuantitas dengan sendirinya menimbulkan perubahan juga dalam kualitas. Sebagai contoh, air yang dipanasi sehingga suhunya meningkat, perubahan kuantitatif ini dengan sendirinya menimbulkan perubahan dalam kualitas atau cirinya. Sebagaimana dapat kita saksikan, misalnya gerak molukel makin cepat, daya kohesi antar molukel makin longgar, hingga kita dapat membedakan air panas dan air dingin. Akan tetapi perubahan semacam ini tidak termasuk dalam pengertian perubahan kualitatif.
0 komentar: